Translate

Senin, 24 Juni 2013

Pupuh Sunda

Asmarandana

Tembang
Eling-eling mangka eling
Rumingkang di bumi alam
Darma wawayangan bae
Raga taya pangawasa
Lamun kasasar lampah
Nafsu nu matak kaduhung
Badan anu katempuhan
Eling-eling masing eling
Di dunya urang ngumbara
Laku lampah nu utama
Asih ka papada jalma
Ucap tekad reujeung lampah
Tingkah polah sing merenah
Runtut rukun sauyunan
Hirup jucung panggih jeung kamulyaan 

Dangdanggula

Tembang
Mega beureum surupna geus burit
Ngalanglayung panas pipikiran
Cikur jangkung jahe koneng
Naha teu palay tepung
Sim abdi mah ngabeunying leutik
Ari ras cimataan
Gedong tengah laut
Ulah kapalang nya bela
Paripaos gunting pameulahan gambir
Kacipta salamina
Hiji basa, hiji bangsa
Basa bangsa, Indonesia
Hiji bangsa, hiji nusa
Nusa tunggal, Nusantara
Seler-seler, suku bangsa
Di wewengkon, mana-mana
Sakasuka, sakaduka
Wujud bangsa, Indonesia

Maskumambang

Tembang
Hey manusa mana kaniyaya teuing
Teu aya rasrasan
Kawula make disumpit
Naha naon dosa kula
Naha abong-abong teuing
Nasib abdi jadi hewan
Digawekeun beurang peuting
Dirangket taya rasrasan  

Kinanti

Tembang
budak leutik bisa ngapung
Babakuna tengah peuting
Ngalayang kakalayangan
Neangan nu amis-amis
Sarupaning bungbuahan
Naon bae nu kapanggih
Ari beurang ngagarantung
Pinuh dina dahan Kai
Disarada patembalan
Nu kitu naon ngaranna 

Mijil

Tembang
Mesat ngapung putra Sang Arimbi
Jeung mega geus awor
Beuki lila beuki luhur bae
Larak-lirik ninggali ka bumi
Milari sang rai
Pangeran Bimanyu
Aduh Gusti nu Kawasa
Jisim abdi ageung dosa
Pangna abdi gering nangtung
Reh ka sepuh wantun nundung

4 KOMPETENSI GURU

 BAB I
 PENDAHULUAN

Guru dalam proses pembelajaran di kelas dipandang dapat memainkan peran penting terutama dalam membantu peserta didik untuk membangun sikap positif dalam belajar, membangkitkan rasa ingin tahu, mendorong kemandirian dan ketepatan logika intelektual, serta menciptakan kondisi-kondisi untuk sukses dalam belajar. Oleh karena itu, selain terampil mengajar, seorang guru juga memiliki pengetahuan yang luas, bijak, dan dapat bersosialisasi dengan baik.
Profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang memerlukan prinsip-prinsip profesional. Mereka harus (1) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme, (2)memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang tugasnya, (3) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya. Di samping itu, mereka juga harus (4) mematuhi kode etik profesi, (5) memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas, (6) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya, (7) memiliki kesempatan untuk mengembangkan profesinya secara berkelanjutan, (8) memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas profesionalnya, dan (9) memiliki organisasi profesi yang berbadan hukum (sumber UU tentang Guru dan Dosen)
Kinerja dan kompetensi guru memikul tanggung jawab utama dalam transformasi orientasi peserta didik dari ketidaktahuan menjadi tahu, dari ketergantungan menjadi mandiri, dari tidak terampil menjadi terampil, dengan metode-metode pembelajaran bukan lagi mempersiapkan peserta didik yang pasif, melainkan peserta didik berpengetahuan yang senantiasa mampu menyerap dan menyesuaikan diri dengan informasi baru dengan berikir, bertanya, menggali, mencipta dan mengembangkan cara-cara tertentu dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupannya.
Dalam makalah ini, penulis akan membahas masalah yang berkaitan dengan kompetensi guru dalam meningkatkan profesional guru dan bagaimana upaya meningkatkan kompetensi guru dalam dunia pendidikan.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN KOMPETENSI GURU
Kompetensi adalah karakteristik dasar seseorang yang berkaitan dengan kinerja berkriteria efektif dan atau unggul dalam suatu pekerjaan dan situasi tertentu. Selanjutnya Spencer & Spencer menjelaskan, kompetensi dikatakan underlying characteristic karena karakteristik merupakan bagian yang mendalam dan melekat pada kepribadian seseorang dan dapat memprediksi berbagai situasi dan jenis pekerjaan. Dikatakan causally related, karena kompetensi menyebabkan atau memprediksi perilaku dan kinerja. Dikatakan criterion-referenced, karena kompetensi itu benar-benar memprediksi siapa-siapa saja yang kinerjanya baik atau buruk, berdasarkan kriteria atau standar tertentu. Depdiknas  merumuskan definisi kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.
Jadi kompetensi profesional guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya. Guru yang kompeten dan profesional adalah guru piawi dalam melaksanakan profesinya.Berdasarkan uraian di atas kompetensi guru dapat didefinisikan sebagai penguasaan terhadap pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak dalam menjalankan profesi sebagai guru.

B.    KOMPETENSI GURU
Menurut Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen pasal 10 ayat (1) kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

1.    KOMPETENSI PEDAGOGI
Dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen  dikemukakan kompetensi pedagogik adalah “kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik”.  Depdiknas  menyebut kompetensi ini dengan “kompetensi pengelolaan pembelajaran. Kompetensi ini  dapat dilihat dari kemampuan merencanakan program belajar mengajar, kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan kemampuan melakukan penilaian.

a.    Kompetensi Menyusun Rencana Pembelajaran
Kompetensi penyusunan rencana pembelajaran meliputi:
1)    mampu mendeskripsikan tujuan,
2)    mampu memilih materi,
3)    mampu mengorganisir materi,
4)    mampu menentukan metode/strategi pembelajaran,
5)    mampu menentukan sumber belajar/media/alat peraga pembelajaran,
6)    mampu menyusun perangkat penilaian,
7)    mampu menentukan teknik penilaian, dan
8)    mampu mengalokasikan waktu.
Berdasarkan uraian di atas, merencanakan program belajar mengajar merupakan proyeksi guru mengenai kegiatan yang harus dilakukan siswa selama pembelajaran berlangsung, yang mencakup: merumuskan tujuan, menguraikan deskripsi satuan bahasan, merancang kegiatan belajar mengajar, memilih berbagai media dan sumber belajar, dan merencanakan penilaian penguasaan tujuan.

b.   Kompetensi Melaksanakan Proses Belajar Mengajar
      Melaksanakan proses belajar mengajar merupakan tahap pelaksanaan program yang telah disusun. Dalam kegiatan ini kemampuan yang di tuntut adalah keaktifan guru menciptakan dan menumbuhkan kegiatan siswa belajar sesuai dengan rencana yang telah disusun. Guru harus dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat, apakah kegiatan belajar mengajar dicukupkan, apakah metodenya diubah, apakah kegiatan yang lalu perlu diulang, manakala siswa belum dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran.
Pada tahap ini disamping pengetahuan teori belajar mengajar, pengetahuan tentang siswa, diperlukan pula kemahiran dan keterampilan  teknik belajar, misalnya: prinsip-prinsip mengajar, penggunaan alat bantu pengajaran, penggunaan metode mengajar, dan keterampilan menilai hasil belajar siswa.
Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar menyangkut pengelolaan pembelajaran, dalam menyampaikan materi pelajaran harus dilakukan secara terencana dan sistematis, sehingga tujuan pengajaran dapat dikuasai oleh siswa secara efektif dan efisien. Kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar terlihat dalam mengidentifikasi karakteristik dan kemampuan awal siswa, kemudian mendiagnosis, menilai dan merespon setiap perubahan perilaku siswa.
Kompetensi melaksanakan proses belajar mengajar meliputi :
1)     membuka pelajaran,
2)     menyajikan materi,
3)     menggunakan media dan metode,
4)     menggunakan alat peraga,
5)     menggunakan bahasa yang komunikatif,
6)     memotivasi siswa,
7)     mengorganisasi kegiatan,
8)     berinteraksi dengan siswa secara komunikatif,
9)     menyimpulkan pelajaran,
10)   memberikan umpan balik,
11)   melaksanakan penilaian, dan
12)   menggunakan waktu.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa melaksanakan proses belajar mengajar merupakan sesuatu kegiatan dimana berlangsung hubungan antara manusia, dengan tujuan membantu perkembangan dan menolong keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Pada dasarnya melaksanakan proses belajar mengajar adalah menciptakan lingkungan dan suasana yang dapat menimbulkan perubahan struktur kognitif para siswa.

c.    Melaksanakan Penilaian Proses Belajar Mengajar Kompetensi
Penilaian proses belajar mengajar dilaksanakan untuk mengetahui keberhasilan perencanaan kegiatan belajar mengajar yang telah disusun dan dilaksanakan. Penilaian diartikan sebagai proses yang menentukan betapa baik organisasi program atau kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai maksud-maksud yang telah ditetapkan.
Kompetensi penilaian belajar peserta didik, meliputi :
1)     mampu memilih soal berdasarkan tingkat kesukaran,
2)     mampu memilih soal berdasarkan tingkat pembeda,
3)     mampu memperbaiki soal yang tidak valid,
4)     mampu memeriksa jawab,
5)     mampu mengklasifikasi hasil-hasil penilaian,
6)     mampu mengolah dan menganalisis hasil penilaian,
7)     mampu membuat interpretasi kecenderungan hasil penilaian,
8)     mampu menentukan korelasi soal berdasarkan hasil penilaian,
9)     mampu mengidentifikasi tingkat variasi hasil penilaian,
10)   mampu menyimpulkan  dari hasil penilaian secara jelas dan logis, 
11)   mampu menyusun program tindak lanjut hasil penilaian,
12)   mengklasifikasi kemampuan siswa,
13)   mampu mengidentifikasi kebutuhan tindak lanjut hasil penilaian,
14)   mampu melaksanakan tindak lanjut,
15)   mampu mengevaluasi hasil tindak lanjut,  dan
16)   mampu menganalisis hasil evaluasi program tindak lanjut hasil penilaian.         
Berdasarkan uraian di atas kompetensi pedagogik tercermin dari indikator (1) kemampuan merencanakan program belajar mengajar, (2) kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan (3) kemampuan melakukan penilaian
.
2.    KOMPETENSI KEPRIBADIAN

Guru sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar, memiliki karakteristik kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan sumber daya manusia.  Kepribadian yang mantap dari sosok seorang guru akan memberikan teladan yang baik terhadap anak didik maupun masyarakatnya, sehingga guru akan tampil sebagai sosok yang patut “digugu” (ditaati nasehat/ucapan/perintahnya) dan “ditiru” (di contoh sikap dan perilakunya).Kepribadian guru merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan belajar anak didik. Dalam kaitan ini, Zakiah Darajat dalam Syah (2000:225-226)  menegaskan bahwa kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi masa depan anak didiknya terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah).
Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru dalam menggeluti profesinya adalah meliputi fleksibilitas kognitif dan keterbukaan psikologis. Fleksibilitas kognitif atau keluwesan ranah cipta merupakan kemampuan berpikir yang diikuti dengan tindakan secara simultan dan memadai dalam situasi tertentu. Guru yang fleksibel pada umumnya ditandai dengan adanya keterbukaan berpikir dan beradaptasi. Selain itu, ia memiliki resistensi atau daya tahan terhadap ketertutupan ranah cipta yang prematur dalam pengamatan dan pengenalan.Dalam Undang-undang Guru dan Dosen dikemukakan kompetensi kepribadian adalah “kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik”. Surya (2003:138) menyebut kompetensi kepribadian ini sebagai kompetensi personal, yaitu kemampuan pribadi seorang guru yang diperlukan agar dapat menjadi guru yang baik.

3.    KOMPETENSI PROFESIONAL

Menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi profesional adalah “kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam”.
Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi profesional meliputi  pengembangan profesi, pemahaman wawasan, dan penguasaan bahan kajian akademik.
Pengembangan profesi meliputi :
1)     mengikuti informasi perkembangan iptek yang mendukung profesi melalui berbagai kegiatan ilmiah,
2)     mengalihbahasakan buku pelajaran/karya ilmiah,
3)     mengembangkan berbagai model pembelajaran,
4)     menulis makalah,
5)     menulis/menyusun diktat pelajaran,
6)     menulis buku pelajaran,
7)     menulis modul,
8)     menulis karya ilmiah,
9)     melakukan penelitian ilmiah (action research),
10)   menemukan teknologi tepat guna,
11)   membuat alat peraga/media,
12)   menciptakan karya seni,
13)   mengikuti pelatihan terakreditasi,
14)   mengikuti pendidikan kualifikasi, dan
15)   mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum.

Pemahaman wawasan meliputi :
1)    memahami visi dan misi,
2)    memahami hubungan pendidikan dengan pengajaran,
3)    memahami konsep pendidikan dasar dan menengah,
4)    memahami fungsi sekolah,
5)    mengidentifikasi permasalahan umum pendidikan dalam hal proses dan hasil belajar,
6)    membangun sistem yang menunjukkan keterkaitan pendidikan dan luar sekolah.

Penguasaan bahan kajian akademik meliputi :
1)    memahami struktur pengetahuan,
2)    menguasai substansi materi,
3)    menguasai substansi kekuasaan sesuai dengan jenis pelayanan yang dibutuhkan siswa.
Berdasarkan uraian di atas, kompetensi profesional guru tercermin dari indikator
1)    kemampuan penguasaan materi pelajaran,
2)    kemampuan penelitian dan penyusunan karya ilmiah,
3)    kemampuan pengembangan profesi, dan
4)    pemahaman terhadap wawasan dan landasan pendidikan

4.    KOMPETENSI SOSIAL

Guru yang efektif adalah guru yang mampu membawa siswanya dengan berhasil mencapai tujuan pengajaran. Mengajar di depan kelas merupakan perwujudan interaksi dalam proses komunikasi. Menurut Undang-undang Guru dan Dosen kompetensi sosial adalah “kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar”.
Untuk dapat melaksanakan peran sosial kemasyarakatan, guru harus memiliki kompetensi :
1)aspek normatif kependidikan, yaitu untuk menjadi guru yang baik tidak cukup digantungkan kepada bakat, kecerdasan, dan kecakapan saja, tetapi juga harus beritikad baik sehingga hal ini bertautan dengan norma yang dijadikan landasan dalam melaksanakan tugasnya,
2) pertimbangan sebelum memilih jabatan guru, dan
3) mempunyai program yang menjurus untuk meningkatkan kemajuan masyarakat dan kemajuan pendidikan.

Berdasarkan uraian di atas, kompetensi sosial guru tercermin melalui indikator :
1)    interaksi guru dengan siswa,
2)    interaksi guru dengan kepala sekolah,
3)    interaksi guru dengan rekan kerja,
4)    interaksi guru dengan orang tua siswa, dan
5)     interaksi guru dengan masyarakat.

C.    Upaya meningkatkan kompetensi Guru
    Upaya meningkatkan mutu guru khususnya, antara lain mencakup hal-hal berikut ini. Pertama, melakukan pendataan, validasi data, pengembangan program dan sistem pelaporan pembinaan profesi pendidik melalui jaringan kerja dengan P4TK, LPMP, dan Dinas Pendidikan.Kedua, mengembangkan model penyiapan dan penempatan pendidik untuk daerah khusus melalui pembentukan tim pengembang dan survey wilayah. Ketiga, menyusun kebijakan dan mengembangkan sistem pengelolaan pendidik secara transparan dan akuntabel melalui pembentukan tim pengembang dan program rintisan pengelolaan pendidik.Keempat, meningkatkan kapasitas staf dalam perencanaan dan evaluasi program melalui pelatihan, pendidikan lanjutan dan rotasi. Kelima, mengembangkan sistem layanan pendidik untuk pendidikan layanan khusus melalui kerja sama dengan LPTK dan lembaga terkait lain. Keenam, melakukan kerja sama antar lembaga di dalam dan di luar negeri melalui berbagai program yang bermanfaat bagi pengembangan profesi pendidik.
Ketujuh, mengembangkan sistem dan pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan melalui pembentukan tim pengembang dan tim penjamin mutu pendidikan. Kedelapan, menyusun kebijakan dan mengembangkan sistem pengelolaan pendidik secara transparan dan akuntabel melalui pembentukan tim pengembang dan program rintisan pengelolaan guru dan tenaga kependidikan

BAB III
KESIMPULAN
Kompetensi guru merupakan gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan seseorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan, berperilaku maupun hasil yang dapat ditunjukkan..
Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian penguasaan kompetensinya.

Menurut Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen pasal 10 ayat (1) kompetensi guru meliputi :
kompetensi pedagogik, 
kompetensi kepribadian, 
kompetensi sosial, dan 
kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

Daftar Pustaka
Harahap, Baharuddin. (1983). Supervisi Pendidikan yang Dilaksanakan oleh Guru, Kepala Sekolah, Penilik dan Pengawas Sekolah. Jakarta: Damai Jaya.
Joni, T. Raka. (1984). Pedoman Umum Alat Penilaian Kemampuan Guru. Jakarta: Dirjen  Pendidikan Tinggi Depdikbud
Surya, Muhammad. (2003). Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung: Yayasan Bhakti Winaya.
Usman, Moh. Uzer. (1994). Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja    Rosdakarya.
Wirawan. (2002). Profesi dan Standar Evaluasi. Jakarta: Yayasan Bangun Indonesia & UHAMKA Press.
Yutmini, Sri. (1992). Strategi Belajar Mengajar. Surakarta: FKIP UNS.

TEORI KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DALAM PENDIDIKAN NONFORMAL



BAB I
Pendahuluan
 
Pendidikan Nonformal (Nonformal Education) Proses belajar terjadi secara terorganisasikan di luar sistem persekolahan atau pendidikan formal, baik di laksanakan terpisah maupun merupakan bagian penting dari suatu kegiatan yang lebih besar yang dimaksudkan untuk melayani sasaran didik tertentu dan belajarnya tertentu pula.
Konsep Dasar Pendidikan Nonformal  ( PNF) perlu kita ketahui dengan alasan sebagai konsep dasar sangat diperlukan karena akan merupakan kerangka umum untuk menganalisis atau sebagi cara menerangkan fenomena-fenomena pendidikan yang terjadi di masyarakat. Alasan kedua adalah karena lapangan pendidikan nonformal dalam arti (nonformal education and sosial and economic processes) belum diteliti secara seksama dan sistematik pada masa lalu. Bahkan mungkin sampai sekarang masih sedikit hasil-hasil penelitian dibidang tersebut.
Pendidikan dipandang sebagai proses belajar sepanjang hayat manusia. Artinya, pendidikan merupakan uapaya manusia untuk mengubah dirinya ataupun orang lain selama ia hidup. Pendidikan hendaknya lebih dari sekedar masalah akademik atau perolehan pengetahuan, skill dan mata pelajaran secara konvensional, melainkan harus mencakup berbagai kecakapan yang di perlukan untuk menjadi manusia yang lebih baik, karena itu, pendidikan hendaknya meliputi keterampilan kerumah tanggaan ( house hold skills ), apresiasi terhadap estetika ( aesthetic appreciation ), pembentukan sikap ( formation of attitude ), pembentukan nilai-nilai dan aspirasi ( formation of values and aspiration ), asimilasi pengetahuan yang berguna ( assimilation of pertinent knowledge ), dan informasi tentang berbagai hal dalam kehidupan  ( information of any sort ).
Pendidikan adalah proses berkelanjutan ( education is a continuing process ). Pendidikan di mulai dari bayi sampai dewasa dan berlanjut sampai mati, yang memerlukan berbagai metode dan sumber-sumber belajar. Dalam hubungan ini, Philip H. Coomb mengategorikan metode menjadi tiga, yaitu Informal, Formal dan Nonformal, maka Malcolm Knowles menyebutnya Format ( Knowles, 1981 ).
Proses pertumbuhan manusia dalam masyarakat transisi memerlukan layanan pendidikan guna membantu pertumbuhan individu secara efektif. Kebutuhan belajar minimum yang esensial ( minimum essential learning needs ). Yang dimaksud dengan kebutuhan belajar disini adalahsesuatu yang harus diketahui dan dapat di kecakanoleh anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan, sebelum mereka bertanggung jawab sebagai orang dewasa.

BAB II
Pembahasan

A.    Teori Kegiatan Belajar Mengajar Dalam pendidikan Nonformal  
Dalam bab ini akan di bahas beberapa teori yang berhubungan dalam kegiatan belajar. Aspek- aspek yang akan di uraikan meliputi :
Ø  Interaksi kegiatan belajar mengajar
Ø  Kegiatan belajar sebagai hasil dan sebagai proses
Ø  Ciri-ciri kegiatan belajar sebagai proses
Ø  Hubungan fungsional ciri-ciri kegiatan belajar.
Aspek-aspek yang di uraikan diatas satu sama lain saling berhubungan. Untuk mengetahui  wawasan setiap aspek secara umum, akan di uraikan dalam bagian-bagian di bawah ini.
1.      Interaksi Kegiatan Belajar Mengajar
Kegiatan belajar-mengajar terjadi melalui interaksi antara warga belajar di satu fihak dan sumber belajar di lain fihak. Dalam kegiatan belajar kelompok, interaksi itu terjadi pula antara warga belajar. Interaksi antara warga belajar dan sumber belajar atau antar warga belajar terjadi di dalam situasi kegiatan belajar- mengajar kegiatan belajar di lakukan oleh warga belajar dan kegiatan mengajar di lakukan oleh sumber belajar. Kegiatan belajar dalam pendidikan nonformal tentu saja tidak sebagai mana umumnya dilakukan dalam pendidikan formal. Pada pendidikan yang disebut pertama tadi, kegiatan mengajar mempunyai variasi nama dan perbedaan penerapannya. Istilah-istilah yang dikenal ialah membantu (fasilitasi), motivasi, bimbingan, dsb. Kegiatan belajar yang di maksud di sinih ialah segala aktivitas yang di lakukan dengan sengaja oleh warga belajar untuk mencapai tujuan belajar. Tujuan ini berkaitan dengan perubahan tingkah laku warga belajar . perubahan tingkah laku ini meliputi aspek-aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan atau nilai. Aspek-aspek tersebut dimiliki oleh warga belajar melalui pengalaman belajar. Didalam kegiatan belajar kelompok, pengalaman belajar itu tidak sajah diperoleh melalui interaksi dengan sumber belajar, tetapi akan didapat pula melalui interaksi antar warga belajar. Dalam hal yang di sebut terakhir, pengalaman tersebut di peroleh melalui kegiatan saling belajar.
Kegiatan mengajar dilakukan oleh sumber belajar. Kegiatan ini dimaksudkan sebagai setiap upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh sumber belajar yang dapat menyebabkan warga belajar melakukan kegiatan belajar. Upaya sumber belajar itu bercorak ragam cara dan penerapannya, antara lain berupa bantuan ( to facilitate ), dorongan ( to motivate ) dan atau bimbingan belajar, penerapannya akan tergantung pada situasi kegiatan belajar yang akan atau sedang di lakukan. Namun demikian arah yang di tempuh oleh sumber belajar ialah agar warga belajar yang aktif melakukan kegiatan belajar, bukan sebaliknya yaitu sumber belajar yang lebih mengutamakan kegiatannya untuk mengajar. Secara singkat dapat dikatakan bahwa interaksi antara kedua fihak, warga belajar dan sumber belajar, menjadi kunci penting di dalam kegiatan belajar mengajar.
Dalam interaksi kegiatan belajar mengajar yang efektip, kedua pihak menampilkan perannannya masing-masing. Sudah jelas bahwa peranan di antara fihak yang melakukan saling hubungan itu akan berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh latar belakang pengalaman, tingkat pendidikan dan setatus mereka. Sumber belajar dan warga belajar menampilkan kepribadian masing-masing. Sebagai prasyarat untuk melakukan kegiatan belajar mengajar secara efektip maka sumber belajar dan warga belajar hendaknya telah memiliki pengetahuan tertentu yang berhubungan dengan kegiatan yang akan di lakukan itu. Dengan perkataan lain, warga belajar perlu mengetahui terlebih dahulu cara-cara atau tekhnik-tekhnik yang baik. Sebaliknya, sumber belajar dengan sendirinya harus menguasai teori-teori belajar dan metode-metode mengajar dengan memahami teori, metode dan teknik-teknik tersebut maka interaksi kegiatan belajar mengajar akan berjalan dengan lancar. 
2.      Kegiatan belajar sebagai Hasil dan Sebagai Proses
Pengertian belajar yang seragam dan berlaku umum tidak mudah untuk di ketengahkan. Sepanjang sejarah perkembangannya, pengertian belajar yang dikemukakan oleh beberapa ahli pendidikan dan pisikologi ternyata bermacam ragam. Keragaman ini disebabkan oleh latar belakang dan pandangan mereka masing-masing. Demikian pula. Pakta kegiatan belajar yang terjadi dalam observasi yang mereka lakukan dalam lingkungan-lingkungan tertentu turut pula mempengaruhi keragaman pengertian itu. Seperti halnya pengertian belajar yang di kemukakan oleh Cagne bahwa belajar itu adalah “ perubahan disposisi atau kemampuan seseorang yang di capai dengan usaha orang itu, dan perubahan itu bukan diperoleh secara langsung dari proses pertumbuhan dirinya secara langsung “ ( Cagne, 1980: 3). Dengan pengertian ini belajar itu merupakan usaha di dalam dan untuk perubahan tingkah laku.
Dikatakan sebagai usaha di dalam perubahan tingkah laku, karena belajar itu sendiri merupakan bagian dari tingkah laku manusia. Hal ini mencerminkan adanya sikap dan perbuatan untuk belajar pada diri seseorang. Dikatakan sebagai usaha untuk perubahan tingkah laku, karena kegiatan belajar adalah untuk meningkatkan disposisi dan kemampuan orang tersebut. Disposisi yang di maksud disini ialah sikap, minat dan nilai-nilai. Adapun yang di maksud dengan kemampuan ialah wujud penampilan seseorang untuk sesuatu lingkungan tertentu misalnya lingkungan pekerjaan dan dunia kehidupan pada umumnya. Perubahan ini bukan untuk kepentingan insidentil, melainkan terjadi dalam masa yang jelas tenggang waktunya. Oleh sebab itu hasil kegiatan belajar itu harus dapat dibandingkan dalam perubahan tingkah laku pada saat sebelum memasuki situasi kegiatan belajar dan setelah melakukan kegiatan belajar itu. Di bagian lain, perubahan yang dicapai seseorang melalui kegiatan belajar itu harus di bedakan dengan perubahan yang nampak karena pertumbuhan orang itu. Kedalam pertumbuhan ini termasuk tinggi badan, makin kekarnya otot  karena selalu melakukan olah raga setiap pagi, dan seterusnya. Tegasnya, perubahan tingkah laku yang dimaksud dengan istilah pendidikan ini di capai dengan sengaja.
3.      Ciri-ciri Kegiatan Belajar Sebagai Proses
Kini sampailah pada pemabahasan selanjutnya tentang pengertian belajar sebagai proses. Pengertian ini menunjukan bahwa belajar itu sendiri adalah suatu prose. Belajar pertama-tama terjadi dalam diri seseorang sehingga orang itu melakukan proses kegiatan belajar. Ia melakukan proses kegiatan belajar dengan penyesuaian tingkah laku. Perubahan tingkah laku itu adalah untuk peningkatan dirinya. Dengan kata lain, belajar adalah tingkah laku untuk pengembangan diri.
Jadi dengan demikian dapat dikemukakan bahwa belajar adalah proses penyesuaian tingkah laku. Penyesuain tingkahlaku terwujud karena belajar, bukan perubahan yang disebabkan oleh akibat langsung dari pertumbuhan orang yang disebabkan oleh akibat langsung dari pertumbuhan orang yang belajar itu. Sebagai kesimpulan dapat di rumuskan bahwa belajar sebagai proses adalahkegiatan seserang yang dilakukan secara sengaja dengan penyesuaian tingkahlaku dirinya untuk mencapai tujuan yaitu peningkatan kehidupannya. Apabila dilihat lebih jauh kegiatan tersebut menunjukan cirri-ciri tersendiri yang dapat membedakan kegiatan belajar dengan kegiatan bukan belajar. Ciri-ciri tersebut ialah tujuan yang ingin dicapai, warga belajar yang dimotivasi, hambatan/ tingkat kesulitan belajar, stimulus dari lingkungan, presepsi dan respon. Ciri-ciri tersebut dapat diartikan sebagai berikut yang sudah penulis rangkum :
a.      Tujuan yang ingin di capai
Setiap warga belajar dapat menetapkan tujuan yang diinginkannya untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakan dan dapat melakukan kegiatan belajar guna mencapai tujuan itu . dengan mendasarkan diri pada pengalaman dan persepsinya, warga belajar mempunyai anggapan bahwa tujuan yang ingin dicapai olehnya akan dapat memuaskan dirinya dalam memenuhi kebutuhan itu. Oleh karena itu ujuan yang ingin di capai itu harus di nyatakan secara khusus dan dapat dicapai. Tujuan itu harus bermakna bagi warga belajar.
b.      Warga belajar yang termotivasi
Dalam hubungan ini kegiatan belajar untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan tidak akan terjadi apabila tidak disertai motivasi.warga belajar melakukan kegiatan untuk memenuhi kebutuhannya. Untuk itu ia memilih kegiatan yang diharapkan dapat mengurangi rasa tidak puas dalam memenuhi kebutuhan itu. Dengan demikian, kebutuhan itu datang dari dalam diri warga belajar sendiri dan bukan di paksakan dari fihak luar.
c.       Hambatan/ tingkat kesulitan belajar
Kesulitan belajar akan menghambat usaha warga belajar dalam mencapai tujuan. Belajar memang terwujud hanya apabila ada masalah yang dihadapi oleh warga belajar. Pada dasrnya, kegiatan belajar itu ada apabila warga belajar apabila mengalami hambatan untuk mencapai tujuan. Sebagai contoh, seseorang yang belajar berpidato didepan umum bertujuan agar pidatonya itu dapat menarikperhatian para  hadirin. Masalah yang timbul, sehubungan dengan itu, ialah bagaimann cara menyusun isi pidato yang menyentuh kebutuhan dan kepentingan hadirinan dan bagaiman penampilan yang harus ia lakukan di depan umum. Dengan adanya masalah itu, dapat dipahami bahwa orang itu mengalami hambatan dalam usaha mencapai tujuan yang ingin di capai olehnya.
d.      Stimulus yang berasal dari lingkungan
Stimulus dari lingkungan belajar dapat timbul dari situasi kegiatan pemecahan masalah yang sedang dilakukan. Stimulus tersebut akan timbul sejak awal sampai akhir kegiatan belajar. Pada situasi itu, warga belajar akan merasakan ketidak puasan akan dalam usaha memecahkan masalah itu. Sehubungan dengan itu, motivasi mulai dibutuhkan sejak warga belajar merasa bahwa kebutuhannya tidak akan terpenuhi dan tujuan yang diinginni itu dirasakan tidak akan tercapai. Warga belajar merasa bahwa dalam mencapai tujuan tadi ia melihat adanya rintangan atau hambatan. Karena menghadapi hambatan itu, warga belajar warga belajar mencari stimulus yang terdapat dalam lingkungannya yang dapat membantu dan bisa digunakan dalam kegiatan mencapai tujuan itu.   
e.       Warga belajar yang memahami situasi
Pemahaman warga belajar terhadap situasi ini tergantung pada latar belakang kehidupan dan latar belakang pengalaman belajarnya serta tergantung pula pada pandangannya terhadap kegiatan belajar yang sedang dilakukan. Seseorang warga belajar yang termotivasi oleh tujuan belajar dan oleh lingkungannya ia akana melakukan kegiatan belajar dengan dorongan tertentu untuk mencapai tujuan itu.
f.        Pola respon warga belajar
Setelah warga belajar membuat keputusan tentang tujuan yang ingin dicapai, dan sesudah memahami stimulus yang dihadapi dalam situasi belajar untuk mencapai tujuan itu maka selanjutnya ia melakukan respon. Warga belajr melakukan respon itu secara menyeluruh. Ia membuat reaksi terhadap stimulus dengan menggunakan pengalaman belajar yang lalu dan kesiapan khusus yang ia miliki. Reaksi itu bertujuan, ia tidak melakukannya tanpa arah atau semaunya saja, tetapi kegiatannya dilakukan untuk menuju tujuan yang telah ditetapkan.

4.      Hubungan Fungsional Ciri-ciri Kegiatan Belajar
Sebagai bagian akhir dalam membahas cirri-ciri kegiatan belajar sebagai prose situ akan dikemukakan tentang hubungan kepungsian antara cirri-ciri tersebut. Seseorang warga belajar akan memodifikasi tingkah lakunya disebabkan oleh dorongan dalam dirinya untuk mencapai tujuan yang di anggap dapat memenuhi kebutuhan yang disarankan. Motivasi dari dalam dirinya akan menyebabkan warga belajar mencari cara-cara yang tepat sesuai dengan kemampuannya. Ia mulai mengarahkan kemampuannya dalam kegiatan yang lebih terorganisasi. Ia mencari sesuatu yang dapat membantu usaha untuk mencapai tujuan, ia memilih ujuan-tujuan tertentu dari sekian banyak tujuan yang mungkin dapat di capai. Selanjutnya, warga belajar mulai melakukan kegiatan belajar.
Apabila tujuan yang ia capai hanya menggunakan cara-cara yang telah  dimiliki sebelumnya maka ia bukan melakukan kegiatan belajar tetapi ia hanya mengulangi pola respon yang lalu yang telah dimiliki. Tetapi, anadaikata ia tidak dapat mencapai tujuan dengan cara-cara yang biasa dilakukan maka ia harus memodifikasi tingkahlakunya. Modifikasi ini dilakukan melalui pemahaman terhadap situasi kegiatan belajar sehingga warga belajar mengetahui sesuatu yang ada atau terjadi dalam jarak antara keadaan dirinya pada saat ini dengan tujuan yang ingin ia capai. Ia memeriksa secara kritis hambatan-hambatan yang ada dan menyadari apakah hambatan-hambatan itu akan mampu ia atasi.
Dengan memperkirakan segala kemungkinan usaha untuk mencapai tujuan, warga belajar menetapkan kegiatan yang dianggap paling tepat dilakukan. Untuk menetapkan kegiatan yang paling cocok itu diperlukan analisa dan interpretasi terhadap situasi kegiatan belajar. Ia menggunakan stimulus yang ada. Selanjutnya stimulus itu dirangkaikan dan diorganisasi. Ia memahami hubungan antara stimulus yang dapat membawa kepada tercapainya tujuan. Pola respon kemudian mengikuti rangkaian stimulus yang telah di susun itu. Dengan demikian beberapa stimulus  akan terlihat lebih tepat dan lebih penting dibandingkan dengan stimulus lain. Hal tersebut akan menyebabkan warga belajar mencoba menyusun keserasian kegiatan untuk mencapai tujuan.
Tahap selanjutnya, warga belajar memulai kegiatan untuk mencapai tujuan. Tujuan mungkin tercapai dengan baik atau mungkin pula tidak tercapai. Apabila tidak tercapai, warga belajar akan mengulangi langkah-langkah sebagaiman telah di uraikan di muka dan encari paktor-paktor penyebabnya. Ia harus memodifikasi usahanya agar tujuan itu tercapai dengan baiak. Apabila tujuan tercapai, warga belajar akan mengulangi cara-cara yang ia telah lakukan dalam menghadapi hal yang serupa di masa berikutnya. Ia akan menjadikan pengalaman belajar itu sebagai respon. Dengan proses generalisasi terhadap keseluruhan langkah-langkah yang telah di lakukan maka warga belajar  akan menyerap pola respon tersebut kedalam tingkahlku kehidupannya. Generalisasi tentang langkah-langkah kegiatan belajar itu dapat di gambarkan sebagai berikut :
Sebagai contoh, langkah-langkah kegiatan belajar yang di lakukan oleh warga belajar dalam belajar membaca. Motivasi mendorong warga belajar itu untuk menentukan tujuan yang dapat memenuhi kebutuhan belajarnya. Tujuan itu ialah dapat membaca. Seorang sumber belajar akan menyediakan bahan belajar berupa buku-buku agar warga belajar menggunakannya sebagai stimulus. Dalam hal ini warga belajar akan belajar membaca dengan menggunakan stimulus. Dalam belajar ini warga belajar di bantu oleh sumber belajar.
Kini warga belajar mulai melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan belajar. Sumber belajar akan membantu meningkatkan penguasaan kata-kata, kalimat, tanda baca, dst. Bantuan sumber belajar itu diarahkan agar warga belajar dapat menggabungkan kata-kata menjadi kalimat. Selanjutnya sumber belajar membantu warga belajar untuk menguraikan kalimat kedalam kata-kata, kata-kata kedalam suku kata dan suku kata menjadi huruf-huruf. Bantuan dapat pula dilakukan dengan sebaliknya yaitu hurup-hurup disusun menjadi suku kata, beberapa suku kata menjadi kata, kata- kata menjadi kalimat. Selama proses tersebu warga belajar menggunakan pola respon tertentu. Ia memulai dengan proses menggabungkan yang di mulai dengan menyusun huruf-huruf menjadi kata-kata menjadi kalimat, menjadi paragraph dan akhirnya ia dapat membaca cerita. Dalam proses ini, warga belajar tentu enemui hambatan itu di atas dengan meningkatkan usaha warga belajar untuk memahami bagaimana keadaan kegiatan belajar itu di lakukan. Dengan melakukan respon yang dianggap tepat maka tujuan belajar, yaitu dapat membaca, akan tercapa dengan efisien dan efektif. 

BAB III
Kesimpulan

Sumber belajar membantu warga belajar untuk mengevaluasi proses, hasil dan pengaruh kegatan belajar. Kegiatan ini di arahkan agar warga belajar memahami kesesuaian antara rencana dan pelaksanaan kegiatan, mengenal langkah-langkah yang cocok atau tidak serta dapat mengemukakan alasan-alasan yang sesuai dengan pengalaman belajarnya. Selain itu mereka dapat merasakan perubahan yang diperoleh setelah kegiatan belajar di bandingkan dengan keadaan mereka pada saat sebelum mengikuti kegiatan belajar itu terhadap dunia kehidupannya.
Jadi dengan demikian dapat dikemukakan bahwa belajar adalah proses penyesuaian tingkah laku. Penyesuain tingkahlaku terwujud karena belajar, bukan perubahan yang disebabkan oleh akibat langsung dari pertumbuhan orang yang disebabkan oleh akibat langsung dari pertumbuhan orang yang belajar itu. Sebagai kesimpulan dapat di rumuskan bahwa belajar sebagai proses adalahkegiatan seserang yang dilakukan secara sengaja dengan penyesuaian tingkahlaku dirinya untuk mencapai tujuan yaitu peningkatan kehidupannya. Apabila dilihat lebih jauh kegiatan tersebut menunjukan cirri-ciri tersendiri yang dapat membedakan kegiatan belajar dengan kegiatan bukan belajar. Ciri-ciri tersebut ialah :

Ø  Tujuan yang ingin dicapai
Ø  Warga belajar yang di Motivasi
Ø  Hambatan/ tingkat kesulitan belajar
Ø  Stimulus yang berasal dari lingkungan
Ø  Warga belajar yang memahami Presepsi
Ø  Pola Respon warga belajr  





Daptar Pustaka

Saleh Marzuki, 2010 Pendidikan Nonformal ( Dimensi Dalam Kekerasan Fungsional, Pelatihan, dan Andragogi ),  PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. cet.1, hal.136-137.
Sudjana, 1983, ( Strategi Kegiatan Belajar Mengajar Dalam Pendidikan Nonformal )    THEME 76,  Bandung, hal, 34-48.