Kelompok dan Tim
adalah dua konsep berbeda. Kelompok atau group didefinisikan
sebagai dua atau lebih individu yang saling bergantung dan bekerjasama, yang
secara bersama berupaya mencapai tujuan. Kelompok kerja (work group)
adalah kelompok yang para anggotanya saling berinteraksi terutama untuk saling
berbagi informasi untuk membuat keputusan guna membantu satu sama lain dalam
wilayah kewenangannya masing-masing.[1]
Kelompok kerja tidak memiliki
kebutuhan ataupun kesempatan untuk terlibat di dalam kerja kolektif yang
memerlukan upaya gabungan dari seluruh anggota tim. Akibatnya, kinerja mereka
sekadar kumpulan kontribusi parsial dari seluruh individu anggota kelompok.
Tidak ada sinergi positif yang menciptakan tingkat kinerja keseluruhan yang
lebih besar ketimbang totalitas input yang mereka berikan. Sementara itu, Tim
Kerja mengembangkan sinergi positif melalui upaya yang terkoordinasi. Upaya
individual mereka menghasilkan suatu tingkat kinerja yang lebih besar ketimbang
totalitas input para individunya.
Nilai
dan Norma – Kelompok
mengembangkan pola hubungan sosialnya sendiri, termasuk kode dan praktek
(norma) yang patut ditunjukkan lewat perilaku kelompok tersebut. Norma yang ada
dalam kelompok yang bersifat informal misalnya:
- Tidak menghasilkan output yang terlalu besar dibandingkan para anggota lain atau melebihi batasan produksi yang ditetapkan kelompok;
- Tidak menghasilkan produksi atau output yang lebih rendah ketimbang yang diberlakukan kelompok;
- Tidak mengatakan sesuatu pada supervisor atau manajemen yang bisa membahayakan anggota kelompok lainnya; dan
- Orang dengan otoritas atas anggota kelompok lain, semisal inspektur, seharusnya tidak mengambil keuntungan dari senioritasnya tersebut atau menjaga jarak sosial dengan kelompok.
Kelompok punya sistem sanksinya sendiri, termasuk tindakan kasar, merusak hasil pekerjaan, menyembunyikan peralatan kerja, mengelabui inspektur, dan menghambat pekerjaan para anggota yang dianggap tidak sesuai dengan norma-norma kelompok. Ancaman kekerasan fisik juga kerap terjadi, dan kelompok telah mengembangkan sistem penghukuman terhadap para pelanggar bahkan dengan meninju tangan si pelanggar. Metode seperti ini telah dikenal sebagai pengendalian konflik di dalam kelompok.
Suatu penelitian yang dilakukan Economic
& Social Research Council memberi perhatian pada pentingnya norma-norma
sosial di antara para pekerja. Mereka menyelidiki apakah pekerja selain
diarahkan oleh insentif uang juga dirahkan oleh tekanan yang dilancarakan rekan
kerja mereka?
Peran – Kelompok yang satu
memiliki kebutuhan akan peran yang berbeda bagi para anggotanya ketika
diperbandingkan kelompok lain. Seseroang akan mudah memahami perilaku seseorang
di dalam suatu situasi khusus jika orang tersebut mengetahui peran seperti apa
yang orang tersebut tengah mainkan. Sehubungan dengan peran ini, sejumlah
penelitian menyatakan kesimpulan berikut : (1) Orang punya beragam peran; (2)
Orang belajar peran dari rangsangan di sekitar mereka yang muncul dari teman,
buku, film, dan televisi; (3) Orang punya kemampuan berganti peran secara cepat
tatkala mereka mengenali suatu situasi yang secara menuntut perubahan peran;
(4) Orang kerap mengalami konflik peran tatkala peran di satu situasi
bertabrakan dengan peran di situasi lainnya.
Kohesivitas – Kelompok-kelompok
saling berbeda sehubungan dengan masalah kohesivitas. Kohesivitas adalah
derajat mana anggota tertarik pada anggota lainnya dan termotivasi untuk tetap
bertahan di dalam kelompok. Contohnya, suatu kelompok memiliki kohesivitas
tatkala para anggotanya sering meluangkan sejumlah besar waktu luang, baik
dalam pekerjaan maupun di luar pekerjaan, secara bersama.
Ukuran – Ukuran menentukan
perilaku keseluruhan dari suatu kelompok. Kelompok berukuran kecil lebih cepat
menyelesaikan tugas ketimbang kelompok yang besar. Jika suatu kelompok terlibat
dalam penyelesaian masalah, maka kelompok yang lebih besar secara konsisten
cenderung menyelesaikannya secara lebih ketimbang kelompok yang lebih kecil.
Dalam hal penyelesaian ini, kelompok yang lebih besar memperoleh
masukan-masukan berbeda dan variatif yang lebih banyak. Jadi jika sasaran
kelompok adalah menemukan fakta, maka kelompok besar akan lebih efektif. Di
sisi lain, kelompok kecil lebih baik dalam melakukan hal-hal yang produktif
karena faktor inputnya. Kelompok yang terdiri atas 7 anggota cenderung lebih
efektif dalam melakukan tindakan ketimbang kelompok yang terdiri atas 100
orang.
Komposisi – Hampir sebagian
kegiatan kelompok butuh variasi keahlian dan pengetahuan. Dengan demikian masuk
akal guna menyimpulkan kelompok heterogen lebih mungkin punya kemampuan dan
informasi yang variatif dan sebab itu lebih efektif dalam menyelesaikan suatu
persoalan ketimbang kelompok yang homogen.
Status – Status adalah tingkat
prestise, posisi, atau peringkat di dalam kelompok. Status bisa ditentukan
secara formal oleh kelompok. Namun, pembicaraan mengenai status ini kerap
ditujukan dalam membahas status dalam konteks kelompok informal. Status yang
bersifat informal dapat diperoleh berdasarkan pendidikan, usia, jenis kelamin,
keahlian, ataupun pengalaman. Segala atribut bisa memiliki nilai status
jika orang lain di dalam kelompok memandang status tersebut berharga. Harus
dipahami bahwa status informal sama pentingnya dengan status informal.
Kelompok-kelompok di dalam organisasi
secara sengaja direncanakan atau sengaja dibiarkan terbentuk oleh manajemen
selaku bagian dari struktur organisasi formal. Kendati begitu, kelompok juga
kerap muncul melalui proses sosial dan organisasi informal. Organisasi informal
muncul lewat interaksi antar pekerja di dalam organisasi dan perkembangan
kelompok jika interaksi tersebut berhubungan dengan norma perilaku mereka
sendiri, kendati tidak digariskan lewat struktur formal organisasi. Dengan
demikian, terdapat perbedaan antara kelompok formal dan informal.
Kelompok Formal
– Kelompok
ini dibangun selaku akibat dari pola struktur organisasi dan pembagian kerja.
Contohnya, pengelompokan kegiatan-kegiatan pekerjaan yang relatif serupa ke
dalam satu kelompok. Kelompok ini merupakan hasil dari sifat teknologi yang
diterapkan perusahaan dan berhubungan dengan cara bagaimana suatu pekerjaan
dilakukan. Kelompok juga terjadi tatkala sejumlah orang pada tingkat atau
status yang sama dalam organisasi memandang diri mereka sebagai satu kelompok.
Contoh, kepala-kepala departemen suatu perusahaan industri baja, atau
kepala-kepala dinas suatu kabupaten, atau guru-guru.
Kelompok formal tercipta untuk mencapai
tujuan organisasi. Kelompok ini sangat memperhatikan aspek kegiatan kerja yang
terkoordinasi. Orang-orang disatukan bersama berdasar peran yang telah
ditentukan di dalam struktur organisasi. Sifat pekerjaan adalah aspek dominan
dari kelompok formal. Sasaran pekerjaan kelompok tersebut diidentifikasi oleh
manajemen. Setelah sasaran ini dibentuk, segera menyusul pembentuk
aturan-aturan, hubungan, dan norma perilaku di kelompok tersebut.
Kelompok formal cenderung permanen,
kendati terdapat perubahan keanggotaan aktualnya. Kendati demikian, kelompok
formal temporer ini juga diciptakan oleh manajemen, misalnya pembentukan
tim-tim berorientasi proyek dalam organisasi yang bercorak matriks. Kelompok
kerja formal dapat dibedakan lewat sejumlah cara, semisal berdasar keanggotaan,
tugas yang dilakukan, sifat teknologi, atau posisi di dalam struktur
organisasi.
Kelompok
Informal – Di
dalam struktur organisasi formal, selalu terdapat struktur informal. Setiap
struktur organisasi formal, khususnya seputar sistem hubungan peran, peraturan,
dan prosedur di antara para anggotanya, akan ditanggapi oleh penafsiran dan
pengembangan para pekerja di tingkat informal.
Kelompok informal pembentukannya lebih
didasarkan pada hubungan dan persetujuan informal di antara para anggota
kelompok ketimbang hubungan peran yang telah ditentukan manajemen. Hubungan
informal tersebut dibentuk untuk memuaskan kebutuhan sosial dan psikologis para
anggota kelompok, sehingga tidak mesti berhubungan dengan tugas-tugas
organisasi yang harus mereka laksanakan. Kelompok mungkin saja menggunakan
aneka cara demi memuaskan afiliasi anggota dan motivasi sosial lainnya yang
dianggap kurang tersedia di dalam situasi kerja organisatoris. Kelompok
informal ini utamanya banyak terentuk dalam organisasi industri. Keanggotaan
dalam kelompok informal dapat bersifat lintas struktur formal. Mereka terdiri
atas individu yang berasal bagian organisasi yang berbeda ataupun tingkatan
yang berbeda pula, baik vertikal, diagonal, maupun horisontal.
Kelompok informal dapat bercorak serupa
dengan kelompok formal, ataupun bisa pula terdiri atas sebagian kelompok
formal. Anggota kelompok informal mengangkat pemimpin informalnya sendiri yang
nantinya menjalankan otoritas dengan persetujuan dari para anggota. Pemimpin
informal biasanya dipilih berdasarkan kriteria kemampuan seseorang dalam
mewakili nilai dan sikap para anggota, membantu menyelesaikan konflik, memimpin
kelompok untuk memuaskan kebutuhannya, atau bernegosiasi dengan manajemen atau
orang lain di luar kelompoknya, seperti tampak pada skema-skema berikut:[2]
Contoh yang paling kiri mewakili garis
vertikal, yang tengah mewakili garis diagonal, dan yang paling kanan mewakili
garis horisontal.
Menurut Robbins, kelompok informal
punya beberapa fungsi berikut :
- Pelestarian budaya kelompok informal. Budaya dalam konteks ini berarti seperangkat nilai, norma, dan keyakinan yang menciptakan pedoman penerimaan dan perilaku kelompok. Seseorang hanya bisa menjadi anggota suatu kelompok infomal hanya jika mau menerima budaya ini. Jika tidak mau menerima budaya, maka seseorang akan dianggap “orang luar” atau “diisolasi.”
- Pemeliharaan sistem komunikasi. Kelompok menginginkan seluruh informasi yang berdampak pada kesejahteraan mereka, baik positif ataupun negatif. Jika kelompok menentang suatu kebijakan atau motif di belakang suatu tindakan manajemen, maka mereka akan mencari gantungan lewat saluran komunikasi formal dan menyebarkan informasi tersebut ke tiap-tiap anggota organisasi.
- Pelaksanaan kontrol sosial. Konformitas atas suatu budaya kelompok informal dikuatkan melalui pemberlakkuan teknik-teknik kendali sosial dari yang bersifat halus seperti teguran atau isolasi sementara ataupun yang konyol seperti penjegalan ataupun tindak kekerasan.
- Provisi minat dan kesenangan di dalam kehidupan kerja. Banyak pekerjaan sifatnya monoton sehingga gagal meraih atensi dari para pekerja. Pekerjaan juga dianggap sedikit menawarkan prospek masa depan yang baik. Atas kondisi ini, para pekerja mencoba melakukan kompensasi lewat hubungan interpersonal yang disediakan oleh kelompok dan di dalam aktivitas tersebut, waktu luang digunakan untuk “gosip”, “canda”, “dugem” dan bahkan hal yang negatif seperti “berjudi”, “mencari keributan” atau “mabuk-mabukan”.
Robbins menyebut sejumlah klasifikasi
kelompok, yang menurutnya terdiri atas : (1) Kelompok Komando, (2) Kelompok
Pekerjaan, (3) Kelompok Kepentingan, dan (4) Kelompok Pertemanan. Kelompok 1
dan 2 ada dalam ikatan kelompok formal, sementara kelompok 3 dan 4 ada dalam
ikatan kelompok informal.
Kelompok Komando
ditentukan oleh bagan
organisasi. Ia terdiri atas bawahan yang melapor langsung pada manajer
tertentu. Kepala sekolah SD berikut 12 gurunya membentuk kelompok komando dalam
mensupervisi seluruh guru. Kelompok Pekerjaan juga ditentukan secara
organisasional, mewakili orang-orang yang bekerja secara bersama guna
menyelesaikan pekerjaan. Kendati begitu, batasan di dalam kelompok pekerjaan
tidak hanya pada atasan langsungnya secara hirarkis. Ia bisa lintas hubungan
komando antar departemen.
Misalnya, jika seorang mahasiswa
dituduh dalam kasus kriminal, kasus tersebut membutuhkan komunikasi dan
koordinasi diantara Pembantu Ketua, Senat Mahasiswa, BAAK, bagian keamanan, dan
Penasehat Akademik. Bentuk koordinasi tersebut membentuk kelompok pekerjaan.
Harus dipahami, seluruh kelompok komando juga merupakan kelompok pekerjaan,
tetapi karena kelompok pekerjaan dapat lintas organisasi, maka kelompok
pekerjaan tidak otomatis dianggap kelompok komando.
Orang yang tergabung ke dalam kelompok
komando ataupun kelompok pekerjaan bisa terafiliasi dengan suatu tujuan
spesifik yang menarik perhatiannya. Jika tarikan untuk berafiliasi yang
didasarkan atas kepentingan ini terjadi, maka kelompok yang terbentuk adalah kelompok
kepentingan. Pekerja yang tergabung bersama guna menggagas piknik
(kepentingan rekreasi), membela rekannya yang dipecat secara tidak hormat
(kepentingan keamanan posisi), atau mencari tunjangan perusahaan (kepentingan
ekonomi) merupakan bentuk kegiatan kelompok kepentingan.
Kelompok juga kerap dibangun akibat
adanya kenyataan bahwa para anggota secara individual punya satu atau beberapa
karakteristik yang sama. Ini bisa disebut kelompok pertemanan. Kesetiaan
sosial, yang kerap meluas hingga keluar lingkungan kerja, dapat didasarkan
pada, kesamaan usia atau asal-usul etnis, dukungan pada kesebelasan Manchester
United, atau kesamaan garis politik selaku pendukung Partai Keadilan
Sejahtera. Kelompok informal menyediakan fungsi penting dengan memuaskan
kebutuhan sosial anggotanya.
Berikut adalah alasan mengapa orang
bergabung ke dalam kelompok :[3]
Stephen P. Robbins melakukan pembedaan
antara Kelompok Kerja dengan Tim Kerja berdasarkan 4 variabel
yaitu: Sasaran, Sinergi, Akuntabilitas, dan Keahlian. Perbedaannya dapat
dilihat dalam skema-skema berikut :[4]
Sementara itu, penulis lain seperti
Laurie J. Mullins membedakan Kelompok dan Tim berdasarkan 6 variabel yaitu:
Ukuran, Seleksi, Kepemimpinan, Persepsi, Gaya, dan Semangat. Taksonomi beda
lengkapnya sebagai berikut :[5]
Variabel
|
Tim
|
Kelompok
|
Ukuran
|
Terbatas
|
Medium dan Besar
|
Seleksi
|
Krusial
|
Imaterial
|
Kepemimpinan
|
Berbagi atau dirotasi
|
Solo
|
Persepsi
|
Pemahaman pengetahuan saling
melengkapi
|
Fokus pada pemimpin
|
Gaya
|
Peran koordinasi yang tersebar
|
Konvergensi, konformisme
|
Semangat
|
Interaksi dinamis
|
Kebersamaan mengalahkan musuh
|
Tim dapat diklasifikasikan berdasar
tujuannya. Terdapat 4 bentuk umum dari tim yang biasa kita temukan sehari-hari
yaitu : Tim Problem-Solving, Tim Self-Managed Work, Tim Cross-Functional,
dan Tim Virtual. [6]
Tim
Problem-Solving –
Kata
tim mulai populer sejak 1980-an. Bentuk tim awalnya serupa satu sama lain.
Mereka umumnya terdiri atas 4 hingga 12 pekerja yang dibayar per jam
dari departemen yang sama yang saling bertemu sekian jam setiap minggu untuk
membahas peningkatan kualitas, efisiensi, dan lingkungan kerja. Tim seperti ini
disebut Tim Problem-Solving.
Dalam tim jenis ini, para anggota
saling berbagi gagasan dan menawarkan saran seputar proses dan metode
kerja seperti apa yang perlu dilakukan agar produktivitas dapat ditingkatkan.
Jarangkali tim-tim ini diberikan otoritas untuk secara unilateral
(sendirinya) menerapkan saran mereka ke dalam tindakan. Satu hal yang dikenal
sebagai bentuk Tim Problem-Solving adalah Lingkaran Kualitas. Ini
merupakan tim kerja terdiri atas gabungan 8 hingga 10 pekerja dan supervisor
yang saling berbagi gagasan wilayah kewenangan dan bertemu secara teratur guna
mendiskusikan masalah kualitas pekerjaan mereka, menyelidiki sebab-sebab
masalah, dan merekomendasikan penyelesaian.
Tim
Self-Managed Work –
Tim Problem-Solving sudah ada di jalur yang benar, tetapi mereka tidak
beranjak jauh dalam hal pelibatan pekerja dalam proses pembuatan keputusan
(apalagi implementasi) yang berhubungan dengan suatu pekerjaan. Kekurangan ini
mendorong eksperimen dari tim yang benar-benar otonom yang tidak hanya bercorak
problem-solving melainkan juga menerapkan penyelesaian dan punya
kewenangan penuh atas hasil-hasilnya.
Tim Work Self-Managed umumnya
terdiri atas 10 hingga 15 orang yang mengambil alih tanggung jawab dari para
supervisor. Tanggung jawab ini termasuk kendali menyeluruh atas kecelakaan
kerja, penentuan penilaian pekerjaan, pemecahan masalah organisasi, dan pilihan
prosedur-prosedur pemeriksaan yang dilakukan secara kolektif. Tim ini bahkan
memilih sendiri anggotanya. Robbins mencontohkan Xerox, General
Motors, Coors Brewing, PepsiCO, Hewlett-Packard,
Honeywell, M&M/Mars, dan Aetna Life sebagai contoh
sejumlah nama perusahaan populer yang telah mengimplementasikan konsep tim self-managed
work. Perkiraan menyebut sekitar 30% pekerja Amerika Serikat menggunakan
bentuk tim, dan diantara firma-firma besar, jumlah tersebut mendekati angka
50%.
Tim
Cross-Functional – Menurut
Robbins, Custom Research, Inc, firma riset pemasaran di Minneapolis,
Amerika Serikat secara historis telah mengorganisir departemen-departemen yang
bersifat fungsional, tetapi manajemen senior menyimpulkan bahwa
departemen-departemen tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan yang berubah-ubah
dari klien-klien firma. Akibat dari hal tersebut, firma ini menggagas
dibentuknya satu tim lintas departemen yang bertujuan meningkatkan komunikasi
dan penelusuran catatan kerja, yang akan membawa pada peningkatan produktivitas
dan kepuasan klien. Organisasi ini mencerminkan Tim Cross-Functional.
Tim ini terdiri atas pekerja-pekerja dari tingkat hirarki yang serupa tetapi
beda wilayah pekerjaannya. Mereka bergabung bersama guna menyelesaikan suatu
pekerjaan.
Robbins menyebutkan, banyak organisasi
sudah menggunakan Tim Cross-Functional seperti ini semisal IBM membentuk
gugus tugas tahun 1960-an yang terdiri atas pekerja lintas departemen dalam
perusahaan guna mengembangkan Sistem 360 yang terbukti sukses. Gugus
tugas tiada lain melainkan Tim Cross-Functional yang sifatnya temporer.
Namun, Robbins mencatat bahwa ledakan penggunaan Tim Cross-Functional
kemudian juga terjadi di tahun 1980-an yang dilakukan oleh Toyota, Honda,
Nissan, BMW, General Motors, Ford, dan DaimlerChrysler.
Sebagai contoh, masih menurut Robbins,
antara tahun 1999 hingga Juni 2000 manajemen senior IBM menarik 21 pekerja dari
sekitar 100 ribu staf teknologi informasinya guna meminta saran bagaimana
perusahaan bisa cepat menyelesaikan proyek dan memasarkan produk secara cepat
ke pasar. Ke-21 anggota dipilih karena mereka punya karakteristik yang
serupa dimana mereka pernah berhasil memimpin proyek-proyek berjangka cepat. “Speed
Team”, demikian julukan tim tersebut, bekerja selama 8 bulan saling berbagi
informasi, menguji perbedaan antara proyek-proyek berjangka cepat dan lambat,
dan mereka mampu melahirkan rekomendasi-rekomendasi seputar bagaimana IBM bisa
mempercepat produksinya.
Tim Virtual – Tim-tim yang telah
dibahas melakukan pertemuan face-to-face. Tim Virtual menggunakan
teknologi komputer guna menghubungkan orang-orang yang terpisah secara fisik
guna mencapai sasaran bersama.Teknik tersebut memungkinkan orang saling
bekerjasama lewat metode online, kendati mereka dipisahkan yuridiksi
negara bahkan benua.
Tim Virtual dapat melakukan
lebih banyak hal ketimbang tim-tim lainnya, terutama dalam hal berbagi
informasi, pembuatan keputusan, dan perampungan pekerjaan. Mereka terdiri atas
para anggota dari organisasi yang sama ataupun hubungan anggota organ dengan
para pekerja dari organisasi lain semisal supplier ataupun partner
perusahaan.
Terdapat 3 faktor utama yang membedakan
Tim Virtual dengan tim-tim lain yang face-to-face, yaitu : (1) Ketiadaan
komunikasi lisan-fisik; (2) terbatasnya konteks sosial, dan (3) kemampuan
mengatasi masalah waktu dan hambatan tempat. Dalam komunikasi face-to-face,
orang menggunakan paraverbal seperti nada suara, intonasi, dan volume suara
serta nonverbal seperti gerak mata, roman muka, gerak tangan, dan bahasa tubuh
lainnya. Keduanya semakin menjelaskan komunikasi, tetapi kini hal-hal tersebut
nihil di dalam Tim Virtual. Tim Virtual menderita kekuarangan laporan sosial
yang manusiawi akibat interaksi langsung yang kecil diantara para anggotanya.
Robbins mencontohkan, perusahaan
seperti Hewlett-Packard, Boeing, Ford, VeriFone,
dan Royal Dutch/Shell menjadi pengguna utama Tim Virtual ini. VeriFone,
contoh Robbins lebih lanjut, adalah perusahaan perakit mesin pembaca informasi
kartu kredit, di mana penggunaan Tim Virtual-nya memungkinkan 3000 karyawannya,
yang berlokasi di seluruh penjuru dunia, untuk kerja bersama mendesain proyek,
merencanakan pemasaran, dan membuat presentasi penjualan. Lebih jauh, wakil
presiden VeriFone menyatakan “Kami tidak memindahkan orang. Jika
seseorang nikmat tinggal di Colorado dan bisa melakukan pekerjaan dari sana,
kenapa kami harus mengintimidasinya?”
Ukuran efektivitas suatu tim kerja
tersembul di bawah ini :
Desain kerja – Variabel desain kerja
meliputi variabel-variabel seperti kemerdekaan dan otonomi, kesempatan
menggunakan aneka keahlian dan bakat, kemampuan menyelesaikan pekerjaan atau
menciptakan produk, dan mengerjakan tugas atau proyek yang punya dampak
signifikan atas orang lain.
Komposisi – Kategori ini terdiri
atas variabel-variabel yang berhubungan dengan bagaimana tim harus diisi,
lewat:
(1) Kemampuan,
dalam tim dibutuhkan orang yang ahli dalam membuat keputusan dan problem
solving, teknis, dan interpersonal skill;
(2) Personalitas,
yaitu The Big Five personality seperti ada dalam pendekatan sifat dalam
kepemimpinan;
(3)
Pengalokasian peran dan keragaman, yaitu tim harus memiliki 9 peran, yaitu :
- creator-inovator
– menginisiatif gagasan kreatif;
- explorer-promoter
– juara gagasan setelah dimulai;
- assessor-developer
– menganalisa pilihan keputusan;
- thruster-organizer
– menyediakan struktur;
- concluder-producer
– menyediakan arah dan mengikutinya;
-
controller-inspector
– memeriksa rincian;
- upholder-maintainer – bertarung di
pertempuran luar;
- reporter-adviser – menjadi informasi
seluas-luasnya; dan
- linker –
mengkoordinir dan mengintegrasikan.
(4) Fleksibilitas
anggota – Tim terdiri atas individu-individu fleksibel yang anggotanya dapat
saling melengkapi tugas satu sama lain. Ini nyata berguna bagi suatu tim karena
secara signifikan mampu meningkatkan adaptabilitas dan membuatnya luwes di mata
para anggotanya. Jadi, pemilihan anggota dilancarkan atas mereka yang memiliki
nilai fleksibilitas, yang lalu secara silang melakukan lahihan untuk saling
mengerjakan pekerjaan anggota lain.
Konteks – Tiga faktor
kontekstual yang muncul paling signifikan sehubungan dengan kinerja tim adalah
adanya sumber daya yang mencukupi, kepemimpinan yang efektif, dan evaluasi
kinerja dan sistem reward yang mencerminkan kontribusi tim.
- Sumber daya
mencukupi. Kelompok kerja adalah bagian kecil dari sistem organisasi
sebagai totalitas. Seluruh tim kerja bersandar pada sumber daya di luar
kelompok agar tetap hidup. Kelangkaan sumber daya langsung mengurangi kemampuan
tim untuk bekerja secara efektif. Faktor yang paling penting dari sumber daya
ini adalah dukungan dari organisasi secara keseluruhan, terutama dana, sumber
daya manusia, dan pendelegasian wewenang.
- Kepemimpinan dan
Struktur. Anggota tim harus setuju siapa dapat melakukan apa dan
memastikan seluruh anggota berkontribusi secara sama dalam pembagian beban
pekerjaan. Sebagai tambahan, tim perlu menentukan bagaimana jadual kerja tim
sebaiknya dirancang, skill apa yang dibutuhkan bagi kemajuan tim,
bagaimana kelompok menyelesaikan konflik, dan bagaimana kelompok membuat dan
memodifikasi keputusan yang sebelumnya pernah dibuat. Kepemimpinan tidak selalu
dibutuhkan. Contoh, bukti-bukti menunjukkan bahwa tim yang bekerja secara
mandiri (self-managed work team) kerap menunjukkan kinerja yang lebih
baik ketimbang tim yang punya pemimpin yang diangkat secara formal. Pemimpin
dapat merusak kinerja, baik tatkala mereka ikut campur dalam kerja-kerja yang
tengah dilakukan tim self-managed work. Dalam Tim Self-Managed Work,
anggota tim menyerap banyak pekerjaan secara leibh besar ketimbang yang bisa
diasumsikan oleh manajer.
- Evaluasi
Kinerja dan Sistem Reward. Secara tradisional, evaluasi berorientasi individu dan
sistem reward harus dimodifikasi guna merefleksikan kinerja tim.
Evaluasi kinerja individu seperti upaya resmi per jam, insentif individu, dan
sejenisnya tidak konsisten dengan perkembangan kinerja tinggi yang ditunjukkan
tim. Jadi, selaku tambahan guna pengevaluasian dan mereward pekerja bagi
kontribusi individualnya di dalam tim, manajemen harus mempertimbangkan appraisal
berdasar kelompok, pembagian keuntungan, perolehan saham, insentif kelompok,
dan modifikasi sistem lainnya yang akan menguatkan upaya dan komitmen tim.
Proses – Kategori terakhir
berhubungan dengan efektivitas tim adalah variabel proses. Variabel-variabel
proses terdiri atas komitmen setiap anggota tim terhadap tujuan, pembentukan
sasaran tim secara khusus, efikasi tim, manajemen konflik yang
terorganisasi baik, serta pengurangan social loafing.
- Tujuan
Bersama.
Tim yang efektif harus punya tujuan bersama sekaligus bermakna, berfungsi
sebagai arahan, momentum, dan komitmen di antara anggotanya. Tujuan ini dapat
diibaratkan sebuah visi. Ia lebih luas ketimbang sasaran tertentu saja.
- Sasaran
Spesifik.
Tim yang sukses adalah yang mampu menerjemahkan tujuan bersama mereka ke dalam
sasaran kinerja yang realistik, spesifik, dan bermakna.
- Efikasi Tim. Tim yang efektif
punya kepercayaan diri. Mereka yakin mereka akan berhasil. Hanyak sukses yang
mampu melahirkan sukses. Tim yang telah sukses meningkat keyakinan mereka untuk
meraih sukses di masa datang. Kesuksesan akan memotivasi mereka lebih keras
lagi untuk mencapai kesuksesan yang lebih besar.
- Tingkat
Konflik.
Konflik dalam tim tidak selamanya buruk. Tim yang sama sekali tidak pernah
terlibat konflik akan mandek dan apatis. Jadi, konflik sebenarnya
meningkatkan efektivitas tim, kendati tidak semua konflik punya pengaruh
positif. Konflik hubungan yang berdasarkan ketidaknyamanan antar individu,
ketegangan, dan permusuhan terhadap orang lain selalu bersifat disfungsi,
merugikan. Kendati begitu, pada tim yang menunjukkan kegiatan nonrutin,
ketidaksetujuan antar anggota seputar pekerjaan tidak terlampau punya daya
rusak tinggi.
- Social
Loafing.
Individu dapat bersembunyi di dalam kelompok. Mereka dapat terlibat dalam social
loafing dalam upaya kelompok karena kontribusi individu tidak bisa
diidentifikasi secara mudah. Tim yang efektif menggarisbawahi kecenderungan ini
dengan menahan mereka yang akuntabel baik di tingkat individu ataupun
tim.
[1] Stephen P. Robbins,
Essentials of Organization Behavior, 7th Edition (Upper Saddle
River, New Jersey: Prentice Hall, 2003) p.101.
[2] Skema-skema yang
dimuat seterusnya diambil dari Stephen P. Robbins, Essentials ...., op.cit.
[3] Stephen P.
Robbins, Essentials .... , op.cit.
[4] ibid..
[5] Laurie J.
Mullins, Management and Organizational Behavior, 7th Edition (Essex:
Pearson Education Limited, 2005) p.520.
[6] Skema dan
pengertian masing-masing bentuk tim diambil dari Stephen P. Robbins, Essentials
... , op.cit.
tags:
pengertian kelompok dalam organisasi tim organisasi tim kerja kelompok kerja tim problem solving tim self-managed work cross-functional tim virtual
tags:
pengertian kelompok dalam organisasi tim organisasi tim kerja kelompok kerja tim problem solving tim self-managed work cross-functional tim virtual