BAB I
Pendahuluan
Pendidikan
Nonformal (Nonformal Education) Proses
belajar terjadi secara terorganisasikan di luar sistem persekolahan atau
pendidikan formal, baik di laksanakan terpisah maupun merupakan bagian penting
dari suatu kegiatan yang lebih besar yang dimaksudkan untuk melayani sasaran
didik tertentu dan belajarnya tertentu pula.
Konsep
Dasar Pendidikan Nonformal ( PNF) perlu kita ketahui dengan alasan
sebagai konsep dasar sangat diperlukan karena akan merupakan kerangka umum
untuk menganalisis atau sebagi cara menerangkan fenomena-fenomena pendidikan
yang terjadi di masyarakat. Alasan kedua adalah karena lapangan pendidikan
nonformal dalam arti (nonformal education and sosial and economic processes)
belum diteliti secara seksama dan sistematik pada masa lalu. Bahkan mungkin
sampai sekarang masih sedikit hasil-hasil penelitian dibidang tersebut.
Pendidikan
dipandang sebagai proses belajar sepanjang hayat manusia. Artinya, pendidikan
merupakan uapaya manusia untuk mengubah dirinya ataupun orang lain selama ia
hidup. Pendidikan hendaknya lebih dari sekedar masalah akademik atau perolehan
pengetahuan, skill dan mata pelajaran secara konvensional, melainkan harus
mencakup berbagai kecakapan yang di perlukan untuk menjadi manusia yang lebih
baik, karena itu, pendidikan hendaknya meliputi keterampilan kerumah tanggaan (
house hold skills ), apresiasi terhadap estetika ( aesthetic
appreciation ), pembentukan sikap ( formation of attitude ),
pembentukan nilai-nilai dan aspirasi ( formation of values and aspiration
), asimilasi pengetahuan yang berguna ( assimilation of pertinent knowledge
), dan informasi tentang berbagai hal dalam kehidupan ( information of any sort ).
Pendidikan
adalah proses berkelanjutan ( education is a continuing process ).
Pendidikan di mulai dari bayi sampai dewasa dan berlanjut sampai mati, yang
memerlukan berbagai metode dan sumber-sumber belajar. Dalam hubungan ini,
Philip H. Coomb mengategorikan metode menjadi tiga, yaitu Informal, Formal
dan Nonformal, maka Malcolm Knowles menyebutnya Format ( Knowles,
1981 ).
Proses
pertumbuhan manusia dalam masyarakat transisi memerlukan layanan pendidikan
guna membantu pertumbuhan individu secara efektif. Kebutuhan belajar minimum
yang esensial ( minimum essential learning needs ). Yang dimaksud dengan
kebutuhan belajar disini adalahsesuatu yang harus diketahui dan dapat di
kecakanoleh anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan, sebelum mereka
bertanggung jawab sebagai orang dewasa.
BAB II
Pembahasan
A.
Teori Kegiatan Belajar Mengajar Dalam pendidikan Nonformal
Dalam
bab ini akan di bahas beberapa teori yang berhubungan dalam kegiatan belajar.
Aspek- aspek yang akan di uraikan meliputi :
Ø Interaksi kegiatan belajar mengajar
Ø Kegiatan belajar sebagai hasil dan
sebagai proses
Ø Ciri-ciri kegiatan belajar sebagai
proses
Ø Hubungan fungsional ciri-ciri
kegiatan belajar.
Aspek-aspek yang di uraikan diatas satu sama lain saling
berhubungan. Untuk mengetahui wawasan
setiap aspek secara umum, akan di uraikan dalam bagian-bagian di bawah ini.
1.
Interaksi Kegiatan Belajar Mengajar
Kegiatan
belajar-mengajar terjadi melalui interaksi antara warga belajar di satu fihak
dan sumber belajar di lain fihak. Dalam kegiatan belajar kelompok, interaksi
itu terjadi pula antara warga belajar. Interaksi antara warga belajar dan
sumber belajar atau antar warga belajar terjadi di dalam situasi kegiatan
belajar- mengajar kegiatan belajar di lakukan oleh warga belajar dan kegiatan
mengajar di lakukan oleh sumber belajar. Kegiatan belajar dalam pendidikan
nonformal tentu saja tidak sebagai mana umumnya dilakukan dalam pendidikan
formal. Pada pendidikan yang disebut pertama tadi, kegiatan mengajar mempunyai
variasi nama dan perbedaan penerapannya. Istilah-istilah yang dikenal ialah
membantu (fasilitasi), motivasi, bimbingan, dsb. Kegiatan belajar yang di
maksud di sinih ialah segala aktivitas yang di lakukan dengan sengaja oleh
warga belajar untuk mencapai tujuan belajar. Tujuan ini berkaitan dengan
perubahan tingkah laku warga belajar . perubahan tingkah laku ini meliputi
aspek-aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan atau nilai. Aspek-aspek
tersebut dimiliki oleh warga belajar melalui pengalaman belajar. Didalam
kegiatan belajar kelompok, pengalaman belajar itu tidak sajah diperoleh melalui
interaksi dengan sumber belajar, tetapi akan didapat pula melalui interaksi
antar warga belajar. Dalam hal yang di sebut terakhir, pengalaman tersebut di
peroleh melalui kegiatan saling belajar.
Kegiatan
mengajar dilakukan oleh sumber belajar. Kegiatan ini dimaksudkan sebagai setiap
upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh sumber belajar yang dapat menyebabkan
warga belajar melakukan kegiatan belajar. Upaya sumber belajar itu bercorak
ragam cara dan penerapannya, antara lain berupa bantuan ( to facilitate ),
dorongan ( to motivate ) dan atau bimbingan belajar, penerapannya akan
tergantung pada situasi kegiatan belajar yang akan atau sedang di lakukan.
Namun demikian arah yang di tempuh oleh sumber belajar ialah agar warga belajar
yang aktif melakukan kegiatan belajar, bukan sebaliknya yaitu sumber belajar
yang lebih mengutamakan kegiatannya untuk mengajar. Secara singkat dapat
dikatakan bahwa interaksi antara kedua fihak, warga belajar dan sumber belajar,
menjadi kunci penting di dalam kegiatan belajar mengajar.
Dalam interaksi
kegiatan belajar mengajar yang efektip, kedua pihak menampilkan perannannya
masing-masing. Sudah jelas bahwa peranan di antara fihak yang melakukan saling
hubungan itu akan berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh latar belakang
pengalaman, tingkat pendidikan dan setatus mereka. Sumber belajar dan warga
belajar menampilkan kepribadian masing-masing. Sebagai prasyarat untuk
melakukan kegiatan belajar mengajar secara efektip maka sumber belajar dan
warga belajar hendaknya telah memiliki pengetahuan tertentu yang berhubungan
dengan kegiatan yang akan di lakukan itu. Dengan perkataan lain, warga belajar
perlu mengetahui terlebih dahulu cara-cara atau tekhnik-tekhnik yang baik. Sebaliknya,
sumber belajar dengan sendirinya harus menguasai teori-teori belajar dan
metode-metode mengajar dengan memahami teori, metode dan teknik-teknik tersebut
maka interaksi kegiatan belajar mengajar akan berjalan dengan lancar.
2.
Kegiatan belajar sebagai Hasil dan Sebagai Proses
Pengertian
belajar yang seragam dan berlaku umum tidak mudah untuk di ketengahkan.
Sepanjang sejarah perkembangannya, pengertian belajar yang dikemukakan oleh
beberapa ahli pendidikan dan pisikologi ternyata bermacam ragam. Keragaman ini
disebabkan oleh latar belakang dan pandangan mereka masing-masing. Demikian
pula. Pakta kegiatan belajar yang terjadi dalam observasi yang mereka lakukan
dalam lingkungan-lingkungan tertentu turut pula mempengaruhi keragaman
pengertian itu. Seperti halnya pengertian belajar yang di kemukakan oleh Cagne
bahwa belajar itu adalah “ perubahan disposisi atau kemampuan seseorang yang
di capai dengan usaha orang itu, dan perubahan itu bukan diperoleh secara
langsung dari proses pertumbuhan dirinya secara langsung “ ( Cagne,
1980: 3). Dengan pengertian ini belajar itu merupakan usaha di dalam dan
untuk perubahan tingkah laku.
Dikatakan
sebagai usaha di dalam perubahan tingkah laku, karena belajar itu sendiri
merupakan bagian dari tingkah laku manusia. Hal ini mencerminkan adanya sikap
dan perbuatan untuk belajar pada diri seseorang. Dikatakan sebagai usaha untuk
perubahan tingkah laku, karena kegiatan belajar adalah untuk meningkatkan
disposisi dan kemampuan orang tersebut. Disposisi yang di maksud disini ialah
sikap, minat dan nilai-nilai. Adapun yang di maksud dengan kemampuan ialah
wujud penampilan seseorang untuk sesuatu lingkungan tertentu misalnya
lingkungan pekerjaan dan dunia kehidupan pada umumnya. Perubahan ini bukan
untuk kepentingan insidentil, melainkan terjadi dalam masa yang jelas tenggang
waktunya. Oleh sebab itu hasil kegiatan belajar itu harus dapat dibandingkan
dalam perubahan tingkah laku pada saat sebelum memasuki situasi kegiatan
belajar dan setelah melakukan kegiatan belajar itu. Di bagian lain, perubahan
yang dicapai seseorang melalui kegiatan belajar itu harus di bedakan dengan
perubahan yang nampak karena pertumbuhan orang itu. Kedalam pertumbuhan ini
termasuk tinggi badan, makin kekarnya otot karena selalu melakukan olah raga setiap pagi,
dan seterusnya. Tegasnya, perubahan tingkah laku yang dimaksud dengan istilah
pendidikan ini di capai dengan sengaja.
3.
Ciri-ciri Kegiatan Belajar Sebagai Proses
Kini sampailah
pada pemabahasan selanjutnya tentang pengertian belajar sebagai proses.
Pengertian ini menunjukan bahwa belajar itu sendiri adalah suatu prose. Belajar
pertama-tama terjadi dalam diri seseorang sehingga orang itu melakukan proses
kegiatan belajar. Ia melakukan proses kegiatan belajar dengan penyesuaian
tingkah laku. Perubahan tingkah laku itu adalah untuk peningkatan dirinya.
Dengan kata lain, belajar adalah tingkah laku untuk pengembangan diri.
Jadi dengan
demikian dapat dikemukakan bahwa belajar adalah proses penyesuaian tingkah
laku. Penyesuain tingkahlaku terwujud karena belajar, bukan perubahan yang
disebabkan oleh akibat langsung dari pertumbuhan orang yang disebabkan oleh
akibat langsung dari pertumbuhan orang yang belajar itu. Sebagai kesimpulan
dapat di rumuskan bahwa belajar sebagai proses adalahkegiatan seserang yang
dilakukan secara sengaja dengan penyesuaian tingkahlaku dirinya untuk mencapai
tujuan yaitu peningkatan kehidupannya. Apabila dilihat lebih jauh kegiatan
tersebut menunjukan cirri-ciri tersendiri yang dapat membedakan kegiatan
belajar dengan kegiatan bukan belajar. Ciri-ciri tersebut ialah tujuan yang
ingin dicapai, warga belajar yang dimotivasi, hambatan/ tingkat kesulitan
belajar, stimulus dari lingkungan, presepsi dan respon. Ciri-ciri tersebut dapat
diartikan sebagai berikut yang sudah penulis rangkum :
a.
Tujuan yang ingin di capai
Setiap warga belajar dapat
menetapkan tujuan yang diinginkannya untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakan
dan dapat melakukan kegiatan belajar guna mencapai tujuan itu . dengan
mendasarkan diri pada pengalaman dan persepsinya, warga belajar mempunyai
anggapan bahwa tujuan yang ingin dicapai olehnya akan dapat memuaskan dirinya
dalam memenuhi kebutuhan itu. Oleh karena itu ujuan yang ingin di capai itu
harus di nyatakan secara khusus dan dapat dicapai. Tujuan itu harus bermakna
bagi warga belajar.
b.
Warga belajar yang termotivasi
Dalam hubungan ini kegiatan belajar
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan tidak akan terjadi apabila tidak
disertai motivasi.warga belajar melakukan kegiatan untuk memenuhi kebutuhannya.
Untuk itu ia memilih kegiatan yang diharapkan dapat mengurangi rasa tidak puas
dalam memenuhi kebutuhan itu. Dengan demikian, kebutuhan itu datang dari dalam
diri warga belajar sendiri dan bukan di paksakan dari fihak luar.
c.
Hambatan/ tingkat kesulitan belajar
Kesulitan belajar akan menghambat
usaha warga belajar dalam mencapai tujuan. Belajar memang terwujud hanya
apabila ada masalah yang dihadapi oleh warga belajar. Pada dasrnya, kegiatan
belajar itu ada apabila warga belajar apabila mengalami hambatan untuk mencapai
tujuan. Sebagai contoh, seseorang yang belajar berpidato didepan umum bertujuan
agar pidatonya itu dapat menarikperhatian para
hadirin. Masalah yang timbul, sehubungan dengan itu, ialah bagaimann
cara menyusun isi pidato yang menyentuh kebutuhan dan kepentingan hadirinan dan
bagaiman penampilan yang harus ia lakukan di depan umum. Dengan adanya masalah
itu, dapat dipahami bahwa orang itu mengalami hambatan dalam usaha mencapai
tujuan yang ingin di capai olehnya.
d.
Stimulus yang berasal dari lingkungan
Stimulus dari lingkungan belajar
dapat timbul dari situasi kegiatan pemecahan masalah yang sedang dilakukan.
Stimulus tersebut akan timbul sejak awal sampai akhir kegiatan belajar. Pada
situasi itu, warga belajar akan merasakan ketidak puasan akan dalam usaha
memecahkan masalah itu. Sehubungan dengan itu, motivasi mulai dibutuhkan sejak
warga belajar merasa bahwa kebutuhannya tidak akan terpenuhi dan tujuan yang
diinginni itu dirasakan tidak akan tercapai. Warga belajar merasa bahwa dalam
mencapai tujuan tadi ia melihat adanya rintangan atau hambatan. Karena
menghadapi hambatan itu, warga belajar warga belajar mencari stimulus yang
terdapat dalam lingkungannya yang dapat membantu dan bisa digunakan dalam
kegiatan mencapai tujuan itu.
e.
Warga belajar yang memahami situasi
Pemahaman warga
belajar terhadap situasi ini tergantung pada latar belakang kehidupan dan latar
belakang pengalaman belajarnya serta tergantung pula pada pandangannya terhadap
kegiatan belajar yang sedang dilakukan. Seseorang warga belajar yang
termotivasi oleh tujuan belajar dan oleh lingkungannya ia akana melakukan
kegiatan belajar dengan dorongan tertentu untuk mencapai tujuan itu.
f.
Pola respon warga belajar
Setelah warga belajar membuat
keputusan tentang tujuan yang ingin dicapai, dan sesudah memahami stimulus yang
dihadapi dalam situasi belajar untuk mencapai tujuan itu maka selanjutnya ia
melakukan respon. Warga belajr melakukan respon itu secara menyeluruh. Ia
membuat reaksi terhadap stimulus dengan menggunakan pengalaman belajar yang
lalu dan kesiapan khusus yang ia miliki. Reaksi itu bertujuan, ia tidak
melakukannya tanpa arah atau semaunya saja, tetapi kegiatannya dilakukan untuk
menuju tujuan yang telah ditetapkan.
4.
Hubungan Fungsional Ciri-ciri Kegiatan Belajar
Sebagai bagian
akhir dalam membahas cirri-ciri kegiatan belajar sebagai prose situ akan
dikemukakan tentang hubungan kepungsian antara cirri-ciri tersebut. Seseorang
warga belajar akan memodifikasi tingkah lakunya disebabkan oleh dorongan dalam
dirinya untuk mencapai tujuan yang di anggap dapat memenuhi kebutuhan yang
disarankan. Motivasi dari dalam dirinya akan menyebabkan warga belajar mencari
cara-cara yang tepat sesuai dengan kemampuannya. Ia mulai mengarahkan
kemampuannya dalam kegiatan yang lebih terorganisasi. Ia mencari sesuatu yang
dapat membantu usaha untuk mencapai tujuan, ia memilih ujuan-tujuan tertentu
dari sekian banyak tujuan yang mungkin dapat di capai. Selanjutnya, warga
belajar mulai melakukan kegiatan belajar.
Apabila tujuan
yang ia capai hanya menggunakan cara-cara yang telah dimiliki sebelumnya maka ia bukan melakukan
kegiatan belajar tetapi ia hanya mengulangi pola respon yang lalu yang telah
dimiliki. Tetapi, anadaikata ia tidak dapat mencapai tujuan dengan cara-cara
yang biasa dilakukan maka ia harus memodifikasi tingkahlakunya. Modifikasi ini
dilakukan melalui pemahaman terhadap situasi kegiatan belajar sehingga warga
belajar mengetahui sesuatu yang ada atau terjadi dalam jarak antara keadaan
dirinya pada saat ini dengan tujuan yang ingin ia capai. Ia memeriksa secara
kritis hambatan-hambatan yang ada dan menyadari apakah hambatan-hambatan itu
akan mampu ia atasi.
Dengan
memperkirakan segala kemungkinan usaha untuk mencapai tujuan, warga belajar
menetapkan kegiatan yang dianggap paling tepat dilakukan. Untuk menetapkan
kegiatan yang paling cocok itu diperlukan analisa dan interpretasi terhadap
situasi kegiatan belajar. Ia menggunakan stimulus yang ada. Selanjutnya
stimulus itu dirangkaikan dan diorganisasi. Ia memahami hubungan antara
stimulus yang dapat membawa kepada tercapainya tujuan. Pola respon kemudian
mengikuti rangkaian stimulus yang telah di susun itu. Dengan demikian beberapa
stimulus akan terlihat lebih tepat dan
lebih penting dibandingkan dengan stimulus lain. Hal tersebut akan menyebabkan
warga belajar mencoba menyusun keserasian kegiatan untuk mencapai tujuan.
Tahap
selanjutnya, warga belajar memulai kegiatan untuk mencapai tujuan. Tujuan
mungkin tercapai dengan baik atau mungkin pula tidak tercapai. Apabila tidak
tercapai, warga belajar akan mengulangi langkah-langkah sebagaiman telah di
uraikan di muka dan encari paktor-paktor penyebabnya. Ia harus memodifikasi
usahanya agar tujuan itu tercapai dengan baiak. Apabila tujuan tercapai, warga
belajar akan mengulangi cara-cara yang ia telah lakukan dalam menghadapi hal
yang serupa di masa berikutnya. Ia akan menjadikan pengalaman belajar itu
sebagai respon. Dengan proses generalisasi terhadap keseluruhan langkah-langkah
yang telah di lakukan maka warga belajar
akan menyerap pola respon tersebut kedalam tingkahlku kehidupannya.
Generalisasi tentang langkah-langkah kegiatan belajar itu dapat di gambarkan
sebagai berikut :
Sebagai contoh,
langkah-langkah kegiatan belajar yang di lakukan oleh warga belajar dalam
belajar membaca. Motivasi mendorong warga belajar itu untuk menentukan tujuan
yang dapat memenuhi kebutuhan belajarnya. Tujuan itu ialah dapat membaca.
Seorang sumber belajar akan menyediakan bahan belajar berupa buku-buku agar
warga belajar menggunakannya sebagai stimulus. Dalam hal ini warga belajar akan
belajar membaca dengan menggunakan stimulus. Dalam belajar ini warga belajar di
bantu oleh sumber belajar.
Kini warga
belajar mulai melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan belajar. Sumber belajar
akan membantu meningkatkan penguasaan kata-kata, kalimat, tanda baca, dst.
Bantuan sumber belajar itu diarahkan agar warga belajar dapat menggabungkan
kata-kata menjadi kalimat. Selanjutnya sumber belajar membantu warga belajar
untuk menguraikan kalimat kedalam kata-kata, kata-kata kedalam suku kata dan
suku kata menjadi huruf-huruf. Bantuan dapat pula dilakukan dengan sebaliknya
yaitu hurup-hurup disusun menjadi suku kata, beberapa suku kata menjadi kata,
kata- kata menjadi kalimat. Selama proses tersebu warga belajar menggunakan
pola respon tertentu. Ia memulai dengan proses menggabungkan yang di mulai
dengan menyusun huruf-huruf menjadi kata-kata menjadi kalimat, menjadi
paragraph dan akhirnya ia dapat membaca cerita. Dalam proses ini, warga belajar
tentu enemui hambatan itu di atas dengan meningkatkan usaha warga belajar untuk
memahami bagaimana keadaan kegiatan belajar itu di lakukan. Dengan melakukan
respon yang dianggap tepat maka tujuan belajar, yaitu dapat membaca, akan
tercapa dengan efisien dan efektif.
BAB III
Kesimpulan
Sumber belajar membantu warga belajar untuk mengevaluasi proses,
hasil dan pengaruh kegatan belajar. Kegiatan ini di arahkan agar warga belajar
memahami kesesuaian antara rencana dan pelaksanaan kegiatan, mengenal
langkah-langkah yang cocok atau tidak serta dapat mengemukakan alasan-alasan
yang sesuai dengan pengalaman belajarnya. Selain itu mereka dapat merasakan
perubahan yang diperoleh setelah kegiatan belajar di bandingkan dengan keadaan
mereka pada saat sebelum mengikuti kegiatan belajar itu terhadap dunia
kehidupannya.
Jadi dengan
demikian dapat dikemukakan bahwa belajar adalah proses penyesuaian tingkah
laku. Penyesuain tingkahlaku terwujud karena belajar, bukan perubahan yang
disebabkan oleh akibat langsung dari pertumbuhan orang yang disebabkan oleh
akibat langsung dari pertumbuhan orang yang belajar itu. Sebagai kesimpulan
dapat di rumuskan bahwa belajar sebagai proses adalahkegiatan seserang yang
dilakukan secara sengaja dengan penyesuaian tingkahlaku dirinya untuk mencapai
tujuan yaitu peningkatan kehidupannya. Apabila dilihat lebih jauh kegiatan
tersebut menunjukan cirri-ciri tersendiri yang dapat membedakan kegiatan
belajar dengan kegiatan bukan belajar. Ciri-ciri tersebut ialah :
Ø Tujuan yang ingin dicapai
Ø Warga belajar yang di Motivasi
Ø Hambatan/ tingkat kesulitan belajar
Ø Stimulus yang berasal dari lingkungan
Ø Warga belajar yang memahami Presepsi
Ø Pola Respon warga belajr
Daptar Pustaka
Saleh Marzuki, 2010 Pendidikan Nonformal ( Dimensi Dalam Kekerasan
Fungsional, Pelatihan, dan Andragogi ),
PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. cet.1, hal.136-137.
Sudjana, 1983, ( Strategi Kegiatan Belajar Mengajar Dalam
Pendidikan Nonformal ) THEME 76,
Bandung, hal, 34-48.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar